Monday, October 13, 2008

should we have a big dream?

my friends said that i am an idealistic person. well, i think i am, until one day..

after a long discussion about something idealistic with a friend, i realize something: somehow, i am afraid to dream. i am afraid to have a big dream, because i am afraid to be hurt.

orang bilang, jangan berharap tinggi-tinggi, ntar jatuhnya sakit. mungkin itu yang terjadi sama gue. realita hidup bikin gue memilih safe position. im not a risk taker, because i dont want to be hurt, at least, i dont want to be hurt too much. i want to minimize the pain.

gue nggak suka cerita fairy tale. baik novel, film, komik, atau apapun. karena menurut gue itu nggak real dan cuma menjual mimpi. walaupun gue tetep baca dan nonton sih.. hehe... tapi paling nggak gue menjaga hati gue supaya nggak percaya akan hal-hal itu..

deep down inside my heart, i want to believe that, but i'm scared. i dont have enough gut to believe, i dont have enough gut to dream. i do believe love exist, and i believe in love. but i am much afraid of being hurt than dreaming that i would have a fairy tale love life. and.. sadly.. what you believe is what you'll get.

i just dont want to be fooled by love. i dont want to be blinded by love. i want to be realistic. karena hubungan dengan manusia nggak seindah dan semulus itu. perlu perjuangan, perlu pengorbanan.

dan, masih soal cinta, apakah kita harus percaya 100% sama pasangan kita? (dalam konteks pasangan hidup). yes, we have to trust our partner, but she/he is still a human being who makes mistakes. should we give our trust fully and completely? without any little doubt? maybe we should, -if we could- but that kind of trust sure will give us a bigger risk to be hurt..

i dont have a partner (yet), but i think, one day if i have one, i prefer not to trust him 100%. dont get me wrong, i WANT to, i really do, but i think i cant. because i want to protect my feeling from being hurt. dan.. dengan prinsip gue yang seperti itu, gue diprotes abis-abisan sama temen gue (hahahahaha you know who you are, you do make me think a lot about this since our last discussion).

temen gue itu bilang, gue sangat egois kalo mikir kaya gitu. dan, apa bedanya percaya 100% dengan percaya 90%? toh ujung-ujungnya kalo emang dikhianati, dan sakit, ya akan tetep sakit juga.... yah.. bener juga sih.. tapi, paling nggak kan kalo nggak berharap tinggi-tinggi kan jatuhnya nggak sakit-sakit amat... hehehehe..
tapi.. yaa... dia ada benernya juga sih...

dan waktu itu temen gue ini juga bilang, paling nggak dengan percaya 100% hidup kita lebih tenang, nggak curiga-curiga... kalo percaya cuma 90% kan ada 10% yang bisa bikin kita curiga dan hidup nggak tenang... hmm... bener juga sih.. tapi.. ya.. somehow, gue menganggap ada orang-orang yang dengan 'bodohnya' percaya gitu aja walo jelas-jelas udah dibohongin (dan berkali-kali!).. dan gue nggak mau seperti itu.. salah nggak sih?

anyhow, gimanapun juga, itu masih sebatas pemikiran... secara gue belum punya pasangan yang harus dipikirin akan dipercaya 100% ato nggak hahahahaha.. mungkin, kenyatannya nanti, gue nggak akan sempet-sempet mikir-mikir kaya gini lagi, karena hal ini seharusnya bukan dipertimbangkan dengan logika, tapi dengan hati.. yahh.. selama masih bisa mikir-mikir nggak apa-apa lah.. hahahahha

so, what do you prefer, having a high standard for an idealistic life (in every aspect, im not talking only about love life), or being pulled to the ground by reality and having a so-so standard, expect less, but maybe with a so-so life as a result.. well. it's all about choice.. you are the one who are responsible of your life and you are the one who choose... =)


13 oktober 2008
Amadea

Saturday, October 4, 2008

jangan pernah mengasihani orang lain

siapa bilang hidup kita lebih beruntung daripada orang lain?

punya hak apa kita sampe bisa bilang hidup orang lain menderita dan perlu dikasihani?

apa parameternya yang bikin kita menilai hidup kita lebih beruntung? apa parameter kebahagiaan kita sama dengan orang lain? belum tentu.

a friend of a friend pernah 'bermasalah' dengan orang panti asuhan (kalo gue ga salah) karena bilang tujuan mereka ke sana adalah untuk 'berbagi dengan temen-temen yang kurang beruntung'. ternyata, masalah beruntung tidak beruntung itu sangat sensitif.

bokap gue selalu nggak suka kalo kita (gue dan nyokap gue) komentarin pengemis, ato anak-anak jalanan, atau siapapun dan bilang , "aih, kasihan banget ya.." beliau pasti bilang, "emang siapa bilang dia nggak bahagia dengan hidupnya? siapa bilang dia minta dikasihani?" awalnya gue pikir bokap gue aja yang terlalu cuek dan "nggak punya hati" (haha), tapi setelah dipikir-pikir lagi, he got a point.

now, let's think about it, apa alesan yang membuat kita bilang seorang kurang beruntung? secara materi kurang? sakit-sakitan? tinggal di tempat kumuh? ga punya pekerjaan? cacat secara fisik? dapet masalah bertubi tubi dalam hidupnya?

lalu, apa kekurangan-kekurangan dan keadaan-keadaan itu PASTI bikin dia menderita dan nggak bahagia dalam hidupnya? apa mereka nggak bisa tetep bahagia dengan-yang menurut KITA-kekurangan mereka? gimana kalo mereka justru besyukur dengan keadaan mereka sekarang? dan gimana kalo mereka justru menganggap kelemahan itulah yang membuat mereka bahagia?

and now, from the other perspective, apa setiap orang yang cukup secara ekonomi, sehat, keluarga harmonis, punya karir bagus, dsb PASTI bahagia dalam hidupnya? siapa bilang? a friend of mine pernah bilang, justru dia merasa hampa di tengah segala kebahagiaan hidupnya. ternyata, keluarga yang harmonis, pekerjaan yang bagus, pacar yang baik, nggak bikin dia merasa terpenuhi, dan justru merasa hampa. kenapa bisa gitu?

parameter kebahagiaan setiap orang beda-beda. kita nggak bisa dan nggak berhak pake parameter kebahagiaan dan kesukesan kita untuk mengukur kebahagiaan dan kesuksesan orang lain. dan sekali lagi, kita nggak punya hak untuk menilai hidup orang lain.

seseorang yang tinggal di gubug, belum tentu akan lebih bahagia kalo dia tinggal di apartment mewah. seseorang yang cacat fisik belum tentu bisa menjadi seperti sekarang dengan mental yang kuat dan kreatifitas tinggi, kalau ia tidak mengalami cacat fisik. pernah denger seorang motivator terkenal yang cacat secara fisik? ga punya kaki, tangan (kalo ga salah). gw lupa namanya.. nick sumthing gitu.. kalo ga salah.. belum tentu dia bisa jadi motivator terkenal dan memberkati hidup banyak orang seperti sekarnag kalo Tuhan kasih dia tubuh sehat dan tidak cacat. got my point?

gue bukan bilang kita nggak boleh peduli sama hidup orang lain, ato menolong orang-orang yang sedang terkena musibah.. tapi, yang mau gue tekankan disini adalah cara pandang dan motivasi kita dalam memberi dan bertindak.

kita nggak lebih baik dari mereka, kita BELUM TENTU lebih bahagia dari mereka. jadi, kalopun kita mau berbagi dengan saudara-saudara kita, pikir lagi motivasi kita. kalau kita memberi karena kita pikir kita mampu dan kita lebih beruntung dari mereka, well, i have to say, we are very arrogant and egoistic. mereka nggak butuh dikasihani ko. mereka punya parameter kebahagiaan mereka sendri yang mungkin berbeda dengan kita.

dan, kalo belajar dari orang-orang yang cacat dan orang-orang yang sering kita kategorikan 'kurang beruntung', ada satu hal yang sama dari antara mereka, mereka nggak mau dikasihani, mereka nggak mau kita memandang rendah mereka, dan menganggap mereka perlu dikasihani. mereka bisa dengan cara mereka sendiri. mereka bisa hidup, walau mungkin dengan cara yang berbeda dengan kita.

well, jadi, lain kali kalo ketemu atau ngeliat orang yang cacat, atau sepertinya menyedihkan, atau sepertinya menderita... pikir-pikir lagi deh sebelum bilang, "aduh, kasian ya dia..."


5 oktober 2008
Amadea